Thursday, August 21, 2008

Mengasihi Sesama

Suatu saat pendeta saya dalam khotbahnya mengatakan suatu statement yang menurut saya menarik. Beliau mengatakan "Seandainya Tuhan menciptakan manusia tidak mempunyai perut, maka dunia ini akan aman."
 
Wow, sewaktu pertama mendengarkan statement ini saya terkejut dan sejujurnya saya agak geli membayangkan bagaimana jadinya kalau manusia tidak mempunyai perut. Pasti akan tampak aneh. dari kepala, dada, langsung ke paha dan kaki tanpa ada perut.
 
Namun penjelasan dari statement tersebut sangat masuk akal. Kalau kita perhatikan kejahatan yang terjadi di mana-mana sebenarnya sumbernya adalah satu, yaitu untuk memuaskan perut. Itu adalah kebutuhan dasar manusia yang tak terelakkan, yaitu makan.
 
Mungkin ada yang menyanggah, "Ah tidak juga, bukankah para koruptor itu berbuat jahat untuk memperkaya diri dan bukan untuk makan". Pernyataan itu benar, tetapi jangan kita lupa bahwa mereka memperkaya diri dengan uang karena kebutuhan mereka akan makan dan minum sudah terpenuhi. Jadi, pada dasarnya perut tetaplah yang menjadi awal dari kejahatan :D
 
Statement di atas bisa dibilang cukup lucu untuk dibaca. Namun, pada kenyataannya memang itulah yang terjadi. Saya teringat ketika kemarin saya di kantor sampai malam. Ketika perut saya lapar, saya bertanya pada  penjaga kantor kami apakah dia punya mi. Dan dia bilang punya. Waktu itu dengan semangat saya langsung turun dan membuatnya. Setelah menunggu hampir 10 menit (merebus air, mencampur bumbu, dan memasukkan mi) akhirnya mi itu jadi juga.
 
Ketika itu yang ada di dalam pikiran saya adalah segera menghabiskannya. Dan saat itulah terlintas statement di atas. Saya kembali ingat bahwa perut ini adalah sumber tindakan kita. Waktu itu saya membayangkan apabila ada salah seorang teman saya yang turun dan meminta mi itu, apa yang akan saya lakukan.
 
Yang pasti saya tidak akan memberikan mi yang sudah jadi itu :P Mungkin saya akan berkata, "Tunggu sebentar, saya habiskan mi ini dulu. Setelah itu saya buatkan deh gpp..." Itulah yang akan terjadi dalam pikiran saya. Saya bersedia berkorban dan mengasihi teman saya tersebut dengan membuatkannya mi. Namun, setelah perut saya terisi dan menjadi kenyang.
 
Seringkali tanpa kita sadari, tindakan-tindakan yang kita lakukan dipengaruhi oleh perut kita. Saat seseorang lapar, ia akan melakukan "apapun" untuk bisa makan dan mengisi perutnya. Kecuali orang itu memang mogok makan atau sedang berpuasa tentunya. Namun, dari hal ini kita bisa belajar. Apakah tindakan kita tetap bisa didasarkan pada kasih kepada sesama dalam kondisi apapun? Apakah kita bisa mengasihi orang-orang di sekitar kita dan tetap mendengarkan suara Tuhan meskipun kita sedang lapar. Apakah kita bisa menjadi seperti janda Sarfat yang membuatkan roti untuk Elia terlebih dahulu meskipun dia sedang lapar? Apakah kita bisa memberikan mi itu untuk teman kita terlebih dahulu apabila Tuhan menyuruh kita untuk melakukannya?
 
Saya percaya apabila kita mempunyai pengetahuan yang benar tentang hal ini, maka kita bisa mempunyai kasih yang tulus seperti yang telah diajarkan dan ditunjukkan oleh Tuhan Yesus. Seperti yang ada di dalam Yohanes 15:13 - "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya"
 
Mari kita berlomba-lomba untuk saling mengasihi lebih lagi!
GBU


No comments: