Tuesday, May 12, 2009

Siapakah Aku di Hadapan Tuhan?

Pertanyaan di atas mungkin terasa aneh bagi setiap kita yang membacanya. Mungkin sebagian di antara kita dengan lantang bersuara, "Tentu Aku adalah Anak Allah yang sudah ditebus-Nya!" Mungkin ada yang berkata, "Aku adalah hamba-Nya yang setia melakukan perintah-Nya." Atau mungkin ada juga yang berkata dalam hati, "Sesungguhnya aku tidak yakin siapakah aku di hadapan-Nya"

Saudaraku, memang benar kita adalah Anak-Nya. Memang benar juga bahwa kita adalah hamba-Nya yang harus melakukan segala perintah-Nya. Namun, saat ini Saya ingin mengajak kita menelaah kembali kehidupan di belakang kita yang sudah kita lalui selama ini. Apakah kita sudah benar-benar menjadi anak atau hamba yang sesungguhnya?

Mungkin di mata sesama kita adalah seorang yang beribadah, bahkan kita melayani di mana-mana. Mungkin kita seorang pemain musik yang ulung, mungkin kita seorang pengkhotbah yang handal, mungkin kita berdoa dengan luar biasa dan bahkan sering mengadakan mujizat, mungkin juga kita adalah orang yang menyenangkan sehingga banyak orang-orang di sekitar kita yang suka kepada kita. Mungkin kita memiliki kepribadian yang luar biasa, bahkan mungkin kita memiliki iman yang kuat. Tetapi, yang menjadi pertanyaan sesungguhnya adalah seperti itukah Tuhan memandang kita? Ataukah itu hanya penghargaan di mata manusia?

Yang terpenting dalam kehidupan kita adalah bagaimana Tuhan memandang diri kita dan bukan bagaimana kita sendiri atau orang lain memandang diri kita. Saat ini coba renungkan dengan penuh kerendahan hati, apakah selama ini kita sudah menjadi orang yang berkenan di hadapan-Nya? Ataukah kita masih hidup dalam ego kita selama ini?

Saudara, dosa manusia yang paling sulit dihindari dan dideteksi adalah dosa kesombongan. Hampir semua orang pernah mengalaminya dan mungkin saat ini sedang mengalaminya tanpa menyadarinya. Ini adalah sesuatu yang sangat berbahaya! Ketika kesombongan itu menguasai hati kita, maka hampir dapat dipastikan bahwa mata rohani kita sedang tertutup dan kita tidak menyadari bahwa Allah sedang melihat kita dengan sedih. Ketika kesombongan itu menguasai kita, maka Dia tidak akan bisa berkomunikasi dengan kita karena tertutup oleh kesombongan itu.

Perhatikan ilustrasi berikut: Bpk. Andi adalah seorang penyanyi yang ulung dan suaranya sangat indah. Tuhan begitu memberkati pelayanannya dan ia sudah melayani di bidang pujian ke mana-mana. Hampir semua orang di kotanya mengenalnya. Suatu ketika, tanpa disadarinya, Pak Andi mulai jatuh kepada kesombongan. Pak Andi tidak lagi mencari hati Tuhan ketika melayani, melainkan berjalan dengan kekuatannya sendiri. Banyak orang di kanan kirinya yang mulai menegur dengan sopan, tetapi mereka tidak berhasil menyadarkannya. Akhirnya Tuhan mulai memberikan peringatan-peringatan kepada Pak Andi. Mulai dari sakit tenggorokan hingga banyaknya masalah rumah tangga yang menerpa Pak Andi. Tetapi Pak Andi tidak pernah sadar dan terus melayani dalam kesombongannya.

Ilustrasi di atas adalah contoh yang sangat sederhana tentang bagaimana mudahnya seorang anak Tuhan jatuh ke dalam dosa kesombongan. Perhatikan bahwa semakin besar berkat/talenta seseorang semakin mudah pula orang itu akan jatuh ke dalam kesombongan. Ketika kita mulai sombong, Tuhan tidak akan lagi memandang kita sebagai seorang anak yang baik. Seorang ayah tentu tidak akan suka apabila anaknya mulai sombong dengan mobil-mobilan yang dibelikan oleh ayahnya. Demikian juga dengan Dia yang sudah memberikan kita talenta, hikmat, maupun berkat-berkat yang ada. Ingat bahwa semua yang kita miliki adalah berasal dari Tuhan, sehingga kita tidak berhak sama sekali untuk menyombongkannya.

Sekarang setelah kita merenungkan kembali kehidupan kita, apakah yang kita temukan? Apakah kita saat ini adalah seorang yang sombong di hadapan Tuhan? Ataukah kita mulai terjerumus ke arah kesombongan itu? Siapakah kita di hadapan Tuhan saat ini? Apakah kita adalah seorang Anak yang berkenan di hadapan-Nya? Yang tulus melayani dan menyukakan hatinya? Ataukah kita hanya menjadi boneka yang dikendalikan oleh ego kita sendiri? Boneka yang tidak peka dan tidak bisa mendengar suara-Nya, yang sudah kehilangan komunikasi dengan-Nya?

Apabila kita mulai atau bahkan sudah jatuh ke sana, saat ini mari perbaiki hubungan dengan Tuhan. Adalah lebih baik apabila kita tidak bisa apa-apa di hadapan-Nya, tidak punya apa-apa di hadapan-Nya, dan tidak tahu apa-apa di hadapan-Nya, tetapi benar di hadapan-Nya. Karena Matius 5:3 dengan jelas mengatakan, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga"

Selamat memulai hubungan yang baru dengan Tuhan!
GBU


...read more on "Siapakah Aku di Hadapan Tuhan?"!