Friday, June 26, 2009

Mengatakan atau Melakukan?


Tiga hari yang lalu, dalam sebuah perbincangan santai dengan adik saya, tiba-tiba adik saya berkata kurang lebih seperti ini, "Kalau tidur jangan biasa malam2 lho... Karena itu ternyata tidak sehat." Dan saya dengan spontan segera menjawab, "Iya memang, sudah tahu kok..." Spontan saja adik saya agak kaget dan bertanya tahu dari mana. Dan saya katakan bahwa dulu pernah membaca tentang hal itu.

Kira-kira mengapa kok adik saya menjadi sedikit terkejut? Padahal kan itu hal yang biasa kalau dia mengatakan sesuatu dan saya sebagai kakaknya sudah mengetahui hal tersebut.

Ini disebabkan tidak lain dan tidak bukan adalah karena saya sendiri juga sering tidur malam. Bukan malam sekali sih, tetapi kebanyakan di atas jam 11 malam. Padahal menurut artikel yang saya baca waktu itu, jam 11 malam adalah awal dari pekerjaan tubuh kita untuk membuang zat-zat racun dimulai. Mulai pukul 11 itu setiap jamnya tubuh kita akan memulai pembersihan. Ada racun yang dikeluarkan dari hati dan dari organ-organ yang lain. Nah, pengeluaran racun ini akan optimal pada saat tubuh sedang ditidurkan.

Akibat dari kurang tidur sendiri sangat menakutkan. Sebagian orang yang kurang tidur rawan terkena penyakit jantung, obesitas, stroke, tekanan darah tinggi, diabetes, dan lain sebagainya.

Nah, terus apa hubungannya antara bahaya kurang tidur dengan kekagetan adik saya tadi?

Sudah jelas adik saya kaget karena mungkin dia berpikir saya belum tahu akan bahayanya, itu sebabnya saya sering tidur di atas jam 11 malam. Logikanya, apabila saya sudah mengetahui tentang bahanyanya, tentunya saya akan mengurangi tidur terlalu malam, bukan? :)

Ini juga yang sering terjadi dalam kehidupan kerohanian kita sebagai anak-anak Tuhan. Sering kita memperkatakan Firman Tuhan. Sering kita "menghakimi" orang lain dengan kata-kata yang begitu rohani. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah kita melakukan apa yang kita katakan tersebut? Mengatakan sesuatu pasti lebih mudah daripada melakukannya, tetapi pernahkah kita belajar untuk melakukan setiap hal yang keluar dari mulut kita.

Sadar atau tidak, ketika kita tidak bisa konsisten dengan perkataan kita, maka sesungguhnya kita sedang menjadi batu sandungan bagi orang lain. Dalam kisah berikut ini kita bisa melihat betapa seringkali justru anak2 Tuhan menjadi batu sandungan buat orang2 di sekitarnya. Apakah kita mau menjadi orang-orang yang menjadi batu sandungan? Atau maukah kita mulai menginstropeksi diri kita dan belajar untuk melakukan apa yang kita katakan?

Matius 7:21 berkata: "Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." Di sana jelas dikatakan bagi siapa saja yang melakukan kehendak Bapa, bukan yang mengatakan kehendak Bapa.

So, mana yang menjadi pilihan kita?

Mengatakan atau melakukan?

Jesus Bless...

...read more on "Mengatakan atau Melakukan?"!

Monday, June 22, 2009

Rejoice in the Lord!

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Filipi 4:4

Ayat di atas merupakan sebuah ayat yang tentunya sudah sering kita dengar dan sudah sering dibawakan dalam khotbah2 yang pernah kita dengar. Ayat ini sangat sederhana dan memiliki arti yang sangat jelas. Bersukacita artinya adalah bergembira dalam terjemahan sehari-harinya. Ayat ini bisa diartikan bahwa dalam kondisi apa pun kita harus terus bersukacita / bergembira di dalam Tuhan. Sangat sederhana, bukan?

Namun, meskipun begitu sederhananya, tetapi hal ini sangat sulit dilakukan.

Kemarin, saya mengantar adik saya ke sebuah kota yang bernama Probolinggo. Sebuah kota yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Mungkin apabila jalurnya lancar hanya sekitar 2 jam saja. Kami berangkat sekitar pukul 3 sore. Saya naik sepeda motor bersama dengan "seseorang" yang istimewa :P
Sementara adik saya naik mobil bersama anggota keluarga yang lain.

Di jalan, apa yang kami hadapi? Panas matahari, debu2, kemacetan, dan perjalanan yang jauh. Ini menyebabkan stamina dengan cepat menurun. Belum lagi ketika sepeda motor yang saya naiki harus berhenti beberapa kali untuk menunggu mobil yang sedang terjebak kemacetan. Seringkali ini yang kita hadapi dalam hidup kita, bukan? Semua kondisi seakan tidak mendukung. Apa yang sudah kita rencanakan dengan rapi dan baik seakan-akan macet. Ditambah dengan tekanan dari sana sini untuk segera melaksanakan rencana itu. Seakan-akan target yang sudah dicanangkan itu bukan semakin mendekati hasil akhirnya, melainkan seakan2 semakin jauh dan semakin tak terkejar.

Namun, dalam kondisi yang menyesakkan seperti itu, apa yang kita lakukan? Beberapa orang memilih untuk menyerah dan mundur dari rencana tersebut. Beberapa orang merasa tidak kuat dan menyerahkan beban itu ke orang lain. Beberapa orang berhenti sejenak untuk mengumpulkan kembali kekuatannya. Dan mungkin hanya sekian persen saja yang memilih untuk maju terus hingga mencapai garis finish yang didamba-dambakan itu. Di manakah posisi kita?
Mungkin ada yang berkata, "Bagaimana caranya untuk bisa bertahan? Sulit sekali... Semua tidak ada yang mendukung. Keluarga tidak, teman-teman kantor tidak, teman-teman sekolah tidak, bahkan teman-teman pelayanan tidak ada yang mendukung. Lalu bagaimana?"

Jawabannya sangat sederhana. Bersukacita senantiasa. Bagaimana kita bisa bersukacita dalam kondisi seperti itu? Resepnya satu, yaitu selalu mengucap syukur atas apa yang sudah kita capai, miliki, atasi, maupun lewati. Daud sudah menerapkan resep ini (Mzm 34:2-6) ketika dia dalam kondisi yang buruk. Ketika itu Daud akan dibunuh oleh Akhis, raja kota Gat, sehingga ia berpura-pura tidak waras (1 Sam 21:13-15).

Dalam kondisi seperti itu tentunya Daud sangat bingung, takut, gelisah, dan tidak tenang. Dia juga tentunya bertanya2 mengapa hal demikian harus terjadi padanya. Dia dikejar2 oleh Saul, sang raja yang ia layani selama ini. Ia berlari dan berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain untuk bersembunyi. Kemudian dia juga akan dibunuh oleh raja orang Gat. Kondisi seperti ini sangatlah berat bahkan untuk seorang Daud. Secara manusia pasti dia menjadi lemah. Tetapi apa yang dilakukannya? Dalam Mazmur tadi, di ayat yang ke-2, begini bunyinya: "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." Kemudian ayat yang ke-6: "Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu" Luar biasa sekali!

Bahkan dalam kondisi seperti itu, Daud masih bisa memuji Tuhan! Dan dia berkata muka kita akan berseri-seri apabila kita mengarahkan pandangan kepada-Nya. Ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa dari Daud. Dan di ayat ke-5, dia menulis: "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku." Sukacita mengalahkan kegentaran!

Itulah rahasia yang sangat sederhana ketika kita ingin keluar dari setiap permasalahan yang sedang kita hadapi. Bersukacita dan bersyukur karena kasih-Nya. Dia pasti menunjukkan jalan keluar itu buat kita. Ketika di sepeda motor dalam perjalanan itu, kami tidak merasakan capek ketika di jalan karena ketika itu kami menyanyikan lagu2 pujian untuk Tuhan dengan hati yang bersukacita.

Saat ini, siapapun yang sedang mengalami masalah. Ingat, bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan.

Sudahkah Anda mengucap syukur hari ini? :)

...read more on "Rejoice in the Lord!"!