Thursday, August 28, 2008

Pelayan Yang Sesungguhnya

Di dalam Yohanes 13:1-20 ada sebuah kisah di mana Tuhan Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Di situ diceritakan bahwa ketika Ia hendak menyeka kaki Petrus, maka Petrus menolaknya. Namun Tuhan Yesus berkata bahwa itu adalah hal yang harus diterima Petrus agar mendapat bagian di dalam Yesus. Dan di ayat-ayat selanjutnya, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa hal itu dilakukan-Nya untuk memberikan teladan kepada murid-murid-Nya.
 
Dalam kehidupan kita sampai saat ini, kita tentu sering menginginkan bahwa orang melihat kehebatan2 dan kebisaan2 kita. Orang yang pandai memasak tentu akan sering mengundang orang untuk memakan masakannya. Dengan demikian orang2 tersebut akan mengakui kepandaiannya dalam hal memasak. Orang yang pandai berhitung tentu akan sering mengeluarkan statement2 yang berhubungan dengan angka2. Singkat kata, semua orang pada dasarnya ingin diakui!
 
Diakui di sini bukan berarti hanya diakui keberadaannya, tetapi juga diakui kehebatannya, kemampuannya, kebisaannya. Saya pun tidak terlepas dari hal itu. Kadang2 sesekali dalam hidup saya, saya merasa ingin menunjukkan kehebatan dan kemampuan saya agar orang lain mengakuinya. Dan tentunya merupakan kepuasan tersendiri saat orang mengagumi kita, bukan? :) Merupakan suatu kepuasan pada saat kita bisa berkata bahwa aku ini ada dan kehadiranku sangat bermakna. Aku adalah sesuatu yang berharga!
 
Hal yang kita lakukan di atas tidaklah salah karena Firman Tuhan pun mengajarkan bahwa kita diciptakan seturut dan serupa dengan gambar Allah. Kita adalah ciptaan yang unik yang diciptakan untuk berjalan dalam rencana-Nya. Dan masing-masing kita mempunyai tujuan hidup masing-masing yang spesifik.
 
Namun, hari ini kita akan belajar sesuatu yang berbeda. Kalau kita berkata bahwa kita adalah sesuatu yang berharga, maka tentu Tuhan Yesus yang kita sembah adalah lebih dari itu, bukan? Tetapi apa yang dilakukan Tuhan Yesus pada ayat yg kita baca ini? Dia membasuh kaki murid-murid-Nya! Pada jaman Yahudi kuno membasuh kaki adalah pekerjaan pelayan yang paling rendah. Dia rela menjadi hamba seperti yang tertulis di dalam Filipi 2:5-7. Bahkan di terjemahan bahasa Inggrisnya, hamba diartikan dengan slave (budak).
 
Tuhan Yesus melakukan hal ini bukan dengan tujuan untuk meninggikan diri-Nya, melainkan seperti Firman-Nya: "Aku datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani" Itulah yang dilakukan-Nya. Yesus yang sangat2 layak untuk diakui sebagai Raja itu melepaskan semua status yang dimiliki-Nya dan menjadi hamba.
 
Bagaimana dengan kita dan kehidupan kita? Sudahkah kita mengikuti teladan-Nya dan menjadi hamba bagi orang lain. Pada saat kita berkata bahwa kita melayani Tuhan dan sesama, satu pertanyaan yang perlu dijawab adalah berapa banyak keringat yang kita keluarkan untuk melayani? Misalnya seorang olahragawan, apakah bisa dikatakan dia berlatih jika tidak ada keringat yang keluar dari tubuhnya?
 
Beberapa orang di luar negeri senang menggunakan alat pengukur kalori di tubuh mereka ketika mereka berolahraga. Dengan begitu mereka bisa tahu berapa kalori yang berhasil dikurangi setelah berolahraga. Pada umumnya, semakin banyak keringat yang keluar, semakin banyak pula kalori yang terbakar. Semakin banyak kalori yang terbakar, semakin sehatlah orang tersebut.
 
Demikian pula dengan pelayanan kita. Apakah selama ini kita sudah bersungguh-sungguh? Ataukah kita baru sebatas melayani tanpa ada keringat yang keluar sama sekali? Sudahkah kita menjadi hamba seperti teladan Tuhan Yesus? Atau sesungguhnya kita sedang menjadi "tuan" dalam pelayanan kita?
 
Mari, jadikanlah dirimu pelayan yang sesungguhnya!
GBU


...read more on "Pelayan Yang Sesungguhnya"!

Thursday, August 21, 2008

Mengasihi Sesama

Suatu saat pendeta saya dalam khotbahnya mengatakan suatu statement yang menurut saya menarik. Beliau mengatakan "Seandainya Tuhan menciptakan manusia tidak mempunyai perut, maka dunia ini akan aman."
 
Wow, sewaktu pertama mendengarkan statement ini saya terkejut dan sejujurnya saya agak geli membayangkan bagaimana jadinya kalau manusia tidak mempunyai perut. Pasti akan tampak aneh. dari kepala, dada, langsung ke paha dan kaki tanpa ada perut.
 
Namun penjelasan dari statement tersebut sangat masuk akal. Kalau kita perhatikan kejahatan yang terjadi di mana-mana sebenarnya sumbernya adalah satu, yaitu untuk memuaskan perut. Itu adalah kebutuhan dasar manusia yang tak terelakkan, yaitu makan.
 
Mungkin ada yang menyanggah, "Ah tidak juga, bukankah para koruptor itu berbuat jahat untuk memperkaya diri dan bukan untuk makan". Pernyataan itu benar, tetapi jangan kita lupa bahwa mereka memperkaya diri dengan uang karena kebutuhan mereka akan makan dan minum sudah terpenuhi. Jadi, pada dasarnya perut tetaplah yang menjadi awal dari kejahatan :D
 
Statement di atas bisa dibilang cukup lucu untuk dibaca. Namun, pada kenyataannya memang itulah yang terjadi. Saya teringat ketika kemarin saya di kantor sampai malam. Ketika perut saya lapar, saya bertanya pada  penjaga kantor kami apakah dia punya mi. Dan dia bilang punya. Waktu itu dengan semangat saya langsung turun dan membuatnya. Setelah menunggu hampir 10 menit (merebus air, mencampur bumbu, dan memasukkan mi) akhirnya mi itu jadi juga.
 
Ketika itu yang ada di dalam pikiran saya adalah segera menghabiskannya. Dan saat itulah terlintas statement di atas. Saya kembali ingat bahwa perut ini adalah sumber tindakan kita. Waktu itu saya membayangkan apabila ada salah seorang teman saya yang turun dan meminta mi itu, apa yang akan saya lakukan.
 
Yang pasti saya tidak akan memberikan mi yang sudah jadi itu :P Mungkin saya akan berkata, "Tunggu sebentar, saya habiskan mi ini dulu. Setelah itu saya buatkan deh gpp..." Itulah yang akan terjadi dalam pikiran saya. Saya bersedia berkorban dan mengasihi teman saya tersebut dengan membuatkannya mi. Namun, setelah perut saya terisi dan menjadi kenyang.
 
Seringkali tanpa kita sadari, tindakan-tindakan yang kita lakukan dipengaruhi oleh perut kita. Saat seseorang lapar, ia akan melakukan "apapun" untuk bisa makan dan mengisi perutnya. Kecuali orang itu memang mogok makan atau sedang berpuasa tentunya. Namun, dari hal ini kita bisa belajar. Apakah tindakan kita tetap bisa didasarkan pada kasih kepada sesama dalam kondisi apapun? Apakah kita bisa mengasihi orang-orang di sekitar kita dan tetap mendengarkan suara Tuhan meskipun kita sedang lapar. Apakah kita bisa menjadi seperti janda Sarfat yang membuatkan roti untuk Elia terlebih dahulu meskipun dia sedang lapar? Apakah kita bisa memberikan mi itu untuk teman kita terlebih dahulu apabila Tuhan menyuruh kita untuk melakukannya?
 
Saya percaya apabila kita mempunyai pengetahuan yang benar tentang hal ini, maka kita bisa mempunyai kasih yang tulus seperti yang telah diajarkan dan ditunjukkan oleh Tuhan Yesus. Seperti yang ada di dalam Yohanes 15:13 - "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya"
 
Mari kita berlomba-lomba untuk saling mengasihi lebih lagi!
GBU


...read more on "Mengasihi Sesama"!

Friday, August 15, 2008

Lebih Dari Pemenang

Tadi pagi ketika sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor, lagu ini timbul dalam hati saya dan saya menyanyikan lagu ini di kamar. Dan saya terus menyanyikannya di perjalanan menuju ke kantor.

Ketika saya menyanyikan lagu ini dalam hati saya, roh saya menjadi kuat. Dan tiba-tiba timbul pertanyaan dalam hati saya. Kalo saya menyanyi lebih dari pemenang, terus pertempuran apa yang harus saya menangkan ya. Tentu saja kalau ada pemenang pasti ada yang kalah. Apabila ada yang menang dan ada yang kalah, berarti pasti ada pertempuran. Kalau tidak ada apa-apa, tidak mungkin bisa dikatakan ada pemenangnya. Dua negara yang sedang berdamai tidak mungkin salah satunya mengaku sebagai pemenang atas negara yang satunya.

Apabila kita menyimak lagu ini, kita pasti bisa menemukan jawabannya di sana.

Lirik lagu ini adalah sebagai berikut:

Lebih Dari Pemenang

Dalam S'gala Perkara

...

STOP!!!

Ya, saya sudah tahu jawabannya. Kita harus menjadi lebih dari seorang pemenang DALAM SEGALA PERKARA! Bukan hanya dalam segi rohani saja kita harus menang, tapi dalam segala perkara. Dan ini mencakup hal yang luas sekali. Baiklah, sampai di sini kita sudah bisa melihat bahwa kita harus menjadi lebih dari seorang pemenang. Hmmm, apa sih maksud pernyataan ini? Apakah itu seperti kalau kita bermain catur dan kemudian memenangkan permainan itu?

Saya akan coba jelaskan dengan bahasa saya sendiri yang sederhana. Suatu kali, pendeta saya berkotbah dan membahas mengenai hal ini. Lagu ini diambil dari sebuah ayat Firman Tuhan di dalam Roma 8:37. Di sana dikatakan bahwa kita lebih dari orang-orang yang menang. Dan itu oleh karena Dia yang mengasihi kita. Arti sesungguhnya dalam ayat ini bukanlah saat kita melihat sebuah pertandingan dan melihat salah satu pihak menjadi pemenangnya. Namun, lebih dalam lagi, pemenang di sini bisa diumpamakan seperti seorang tentara yang masuk dalam pertempuran, memenangkan pertempuran itu, dan merebut kota (conqueror). Itulah yang dimaksud dengan lebih dari pemenang!

Wow! Luar biasa sekali. Ternyata bukan sebuah pertandingan biasa yang harus dimenangkan, namun sebuah pertempuran.

"Tapi kita kan hidup di masa damai saat ini. Memang ada perang di sana sini. Tapi negara ini aman. Lalu saya harus bertempur dengan siapa?"

Mungkin itu pertanyaan yang timbul di hati kita saat ini.

Di sini saya akan membahas mengenai suatu pertempuran yang sangat fundamental dan kita hadapi sehari-hari. Saya tidak bilang bahwa hanya ini satu-satunya pertempuran yang harus kita hadapi. Namun ini adalah sebuah pertempuran yang tanpa kita sadari berlangsung sehari-hari di dalam hidup kita.

Apakah itu?

Pertempuran yang akan saya bahas di sini adalah pertempuran melawan diri kita sendiri.

"Hahaha... lucu sekali. Bagaimana mungkin kita bertempur melawan diri sendiri?", mungkin itu yang ada di benak beberapa orang yang membaca pertanyaan di atas.

Tanpa bermaksud menggurui, namun tanpa kita sadari, kita sering kali kalah dalam pertempuran melawan diri kita sendiri. Saya pun juga tidak luput dari hal ini. Dan saya yakin banyak orang yang pernah mengalami kekalahan dari dirinya sendiri.

"Hmm... Apaan sih maksudnya? Ga mudeng..."

Oke, saya akan ajak kita buka satu ayat Firman Tuhan untuk menjelaskan arti pernyataan di atas. Di dalam Markus 14:38 dikatakan "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah."

Saya rasa dengan membaca ayat ini saja beberapa di antara kita sudah mulai memahami ke mana arah pembicaraan ini :) Untuk lebih jelasnya kita lihat versi Bahasa Indonesia Sehari-hari: "Lalu Yesus berkata kepada mereka, "Berjaga-jagalah, dan berdoalah supaya kalian tidak mengalami cobaan. Memang rohmu mau melakukan yang benar, tetapi kalian tidak sanggup karena tabiat manusia itu lemah.""

Nah! Itu dia! Sekarang sudah lebih jelas lagi. Dalam terjemahan Bahasa Indonesia sehari-hari, ayat ini lebih jelas bahwa tabiat/daging manusia itu lemah dan rentan terhadap godaan. Seringkali kita membangga-banggakan diri sebagai anak Tuhan yang rajin ke gereja dan melayani. Kita juga bangga bahwa kerohanian kita di atas teman-teman kita yang umurnya sebaya dengan kita. Namun, seringkali juga kita jatuh ke dalam dosa yang sama. Jatuh ke dalam godaan yang sama. Jatuh ke dalam lubang yang sama.

Mengapa ini bisa terjadi? Bukankah kita sudah cukup rohani? Bukankah hidup kita sudah berkenan di hadapan-Nya? Bukankah kita sudah melayani-Nya? Mengapa Dia tidak melindungi kita?

Berhenti! Kita tidak perlu memberikan argumen apa pun juga. Tuhan Yesus tidak menyelamatkan kita karena perbuatan baik kita. Bukan karena pelayanan kita. Bukan juga karena kerohanian kita yang sempurna! Dia menyelamatkan kita melalui pengorbanan-Nya karena Dia mengasihi kita. That's the point!

Dan sama seperti perbuatan baik/pelayanan tidak dapat menyelamatkan kita, hal yang sama juga berlaku bahwa pelayanan tidak bisa membuat kita menang atas diri kita sendiri. Jadi bukan perbuatan baik/pelayanan kuncinya.

"Lalu? Apa kuncinya?"

Kuncinya hanya satu. Yaitu kita mendekatkan diri pada Tuhan Yesus, juru selamat kita. Dan mengijinkannya untuk masuk di hati kita melalui Roh Kudus, itulah kuncinya. Caranya?

Nah, caranya ini ada banyak. Mungkin saya tidak akan bisa meng-cover semuanya di sini.

Ada beberapa cara di sini:

1. Perbanyak jam doa kita. Berkomunikasilah lebih sering dengan-Nya. Dia adalah Papa kita secara rohani dan Dia akan selalu menerima kita anak-anakNya.

2. Dengarkanlah suara-Nya melalui Firman Tuhan. Renungkan itu siang dan malam kata Firman Tuhan. Dengan begitu kita akan mengerti isi hati-Nya.

3. Nyanyikanlah pujian dan penyembahan dari hatimu. Karena dengan itu roh kita akan dikuatkan kata Firman Tuhan.

4. Bersekutulah dengan saudara seiman. Dengan cara itu kita akan bisa terus menjaga kerohanian kita untuk menangkal setiap cobaan yang datang.

Empat poin di atas hanyalah langkah-langkah yang sederhana yang bisa kita lakukan. Tentunya masih ada langkah2 yang lainnya yang bisa kita lakukan.

Saya yakin asalkan kita mempunyai motivasi yang kuat, maka kita bisa menemukan cara kita sendiri. Seperti cara kita mendekati orang tua kita, seperti itulah banyaknya cara yang bisa dilakukan. Saya sanggup kita pasti bisa melakukannya karena kita sudah ditebus dengan darah-Nya yang mahal.

Apabila ada yang masih bingung dan memerlukan bimbingan, silakan hubungi pendeta atau pembimbing rohanimu. Atau bisa juga dengan memberi comment di sini. Saya akan langsung merespon setiap comment begitu saya membuka blog ini karena setiap comment sangat dihargai :D

So? Tunggu apa lagi?
Ubah hidupmu dan jadilah lebih dari pemenang!

GBU!


...read more on "Lebih Dari Pemenang"!

Tuesday, August 12, 2008

Hentikan Bersumpah!

"Sumpah, demi Tuhan! Aku ga bohong!"
"Sumpah samber gledek! Aku ga tau apa-apa"
"Sumpah mati bukan aku yang ngambil!"

Kalimat-kalimat di atas adalah beberapa kalimat yang diakui atau tidak diakui sering sekali kita dengar dari orang-orang yang ada di lingkungan sekitar kita. Tidak terkecuali anak-anak Tuhan yang sudah lama mengenal Tuhan. Bahkan mungkin diri kita sendiri sering mengucapkan sumpah serapah seperti itu dengan alasan hanya main-main atau tidak sungguh-sungguh mengatakannya.

Firman Tuhan di dalam Yakobus 4:12 dengan jelas mengatakan, "... janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain..." Ini berarti bahwa Tuhan melarang kita untuk bersumpah demi apapun. Apalagi bersumpah demi nama Tuhan. Itu adalah hal yang sangat-sangat tidak berkenan di hadapan-Nya. Juga ada beberapa orang yang sering bersumpah demi nyawanya sendiri. Kita harus ingat bahwa nyawa kita ada di tangan Tuhan dan kita tidak berkuasa atas nyawa kita.

Lalu, buat yang sudah terlanjur sering mengucapkan sumpah, apa yang harus dilakukan?

Belajarlah untuk tidak mengatakan sumpah! Dan di ayat 12b ada satu resep yang bisa diterapkan, yaitu jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak. Apabila kita bisa bersikap tegas seperti ini, tentunya orang-orang di sekitar kita akan menjadi respek dan mempercayai ucapan kita tanpa kita harus bersumpah.
 

So? Hentikan bersumpah demi apapun juga mulai sekarang!
GBU :)


...read more on "Hentikan Bersumpah!"!

Monday, August 11, 2008

Bukan Siapakah Aku?

Sebuah renungan menarik yang saya dapatkan dari email hari ini. Apabila kita buka di Yohanes 1:20, di sana kita akan menemukan sebuah statement yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis bahwa ia bukanlah seorang mesias. Dari sini ada pelajaran yang bisa kita ambil. Mengapa Yohanes mau mengakui bahwa dia bukanlah seorang mesias padahal mungkin dia bisa mengambil keuntungan apabila dia berkata bahwa dia adalah seorang mesias? Pada saat itu banyak orang yang datang kepadanya dan menganggap bahwa dialah mesias yang dijanjikan itu. Dan banyak orang yang tentunya percaya apabila saat itu dia berkata bahwa dialah mesias itu.

Ada dua pertanyaan yang seringkali tanpa sadar ditanyakan oleh manusia. Pertanyaan yang bisa dikatakan sulit, tapi bisa juga dikatakan mudah. Pertanyaan itu adalah: 1) Siapakah Tuhan? 2) Siapakah aku ini?

Banyak orang yang tidak akan bisa menjawab pertanyaan ini dengan cepat. Bahkan beberapa orang mungkin tidak bisa menjawab pertanyaan ini! Pertanyaan pertama sebenarnya adalah kunci untuk menjawab pertanyaan kedua. Alasannya sangat sederhana. Apabila Tuhan yang kita sembah mengenal pribadi kita lebih baik dari kita sendiri, maka kita harus mengenal Tuhan lebih baik untuk kita bisa mengenal diri kita lebih baik lagi. Coba renungkan pernyataan ini.

Apabila kita mengetahui semua tentang siapa kita (karunia, kepribadian, tujuan hidup, dll), maka sesungguhnya kita hanya mengetahui separuh saja tentang diri kita. Ada satu hal lagi yang sering kita lupakan untuk menjawab pertanyaan "Siapakah aku?". Pertanyaan yang harus dijawab itu ialah, "Bukan siapakah aku?"

Mungkin pertanyaan kedua itu agak membingungkan. Tapi marilah kita melihat dari sisi ayat yang kita baca. Yohanes Pembaptis mengetahui apa karunianya di dunia ini, bagaimana kepribadiannya, dan apa tujuannya hidup di dunia. Itulah sebabnya dia melakukan kehendak Tuhan dengan membaptis banyak orang. Namun, dia juga mengetahui sisi lain dirinya. Dia bukanlah seorang mesias, dan itulah yang dikatakannya di ayat ke 20.

Saat ini coba renungkan bagaimana dengan kehidupan kita. Mungkin saat ini kita tahu siapa kita. Apa karunia kita. Mungkin kita mempunyai karunia untuk bermain musik, menyanyi, berkhotbah, bernubuat, dll. Mungkin kita sudah tahu bagaimana sifat-sifat kita. Mungkin kita bahkan sudah memahami tujuan hidup kita serta apa yang Tuhan ingin kita lakukan di dunia ini. Namun pertanyaannya adalah apakah kita sudah tahu bukan siapakah kita ini?

Saya akan coba jelaskan apa maksud pertanyaan di atas. Banyak di antara kita yang menghabiskan terlalu banyak waktu dan tenaga untuk menjadi seseorang yang bukan kita seharusnya. Banyak orang ingin membuktikan bahwa dirinya adalah seorang penyanyi, padahal Tuhan tidak memberikan talenta di situ. Banyak orang yang ngotot untuk berdiri di mimbar dan menyampaikan Firman Tuhan, padahal bukan talenta untuk berkhotbah yang Tuhan berikan. Banyak orang yang mati-matian berpindah2 gereja untuk masuk dalam pelayanan musik, padahal Tuhan tidak menaruh talenta itu untuknya.

Kebebasan sesungguhnya adalah pada saat tidak ada sesuatu apapun yang harus kita buktikan kecuali diri kita sendiri.

Apa yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis adalah luar biasa. Dia menyadari bahwa dia bukanlah seorang mesias. Dia tahu siapa dia, namun dia juga tahu bukan siapakah dia. Dia tahu bahwa dia bukanlah mesias. Ini adalah sesuatu yang luar biasa. Mungkin apa yang dikatakan Yohanes Pembaptis ini adalah sesuatu yang biasa saja. Namun sesungguhnya hal ini tidak mudah. Bahkan bagi beberapa orang adalah sangat sulit untuk mengakui bahwa dia bukanlah sesuatu yang dia impikan. Lebih mudah buat seorang manajer untuk mengaku bahwa dia adalah seorang direktur daripada mengaku bahwa dia adalah seorang karyawan biasa. Inilah poinnya.

Mungkin saat ini engkau tidak mempunyai karunia untuk berkhotbah. Mungkin kau tidak mempunyai talenta untuk menjadi penyanyi. Mungkin kau tidak mempunyai talenta di bidang yang kau impikan. Apapun itu, akuilah dengan jujur dan carilah apa talentamu sesungguhnya dengan lebih mengenal Dia yang lebih mengenal dirimu. Dengan melakukan itu maka kau akan menjadi seorang yang memiliki true freedom in your life.

GBU!

...read more on "Bukan Siapakah Aku?"!

Friday, August 08, 2008

Jangan Pernah Menyerah!

"Saat-saat yang paling berbahaya di dalam hidup kita biasanya merupakan saat-saat yang paling berkesan dan membekas di hati kita". Itulah kurang lebih statement yang ditulis oleh Pastor Mark Batterson, seorang gembala di sebuah gereja di Washington DC, USA, yang bernama NCC (National Community Church) dalam salah satu bukunya yang berjudul "In a Pit With a Lion". Saya sangat diberkati oleh buku ini karena di dalamnya ada banyak hal-hal luar biasa yang disampaikan. Dan salah satu pesan yang saya tangkap adalah statement di awal tulisan ini. Mungkin sebagian besar anak2 Tuhan tidak menyadari hal ini, bahwa saat-saat yang paling berbahaya itu biasanya justru merupakan saat-saat yang paling berkesan dan teringat terus.

Saya teringat ketika suatu saat saya mengikuti sebuah retreat di Tumpang. Pada saat itu saya menjadi salah satu panitia. Pada salah satu session di hari kedua, waktu itu siang hari, ketua panitia menyuruh saya untuk menyampaikan sesuatu kepada pemilik tempat kami menginap saat itu. Ketika itu saya tanpa pikir panjang segera mencari pemilik tempat itu. Saya bertanya kepada salah satu tukang yang sedang bekerja di situ dan bapak itu mengatakan agar saya masuk saja melalui sebuah pagar kayu karena pemiliknya ada di dalam sana.

Sekali lagi tanpa pikir panjang saya segera mengikuti saran bapak itu. Saya masuk melalui pagar itu dan melewati jalan kecil yang panjangnya sekitar 50 meter. Saya sudah berjalan sekitar 3/4 bagian dari jalan itu dan hampir sampai di rumah pemiliknya, ketika saya melihat suatu pemandangan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya dan membuat saya cukup ngeri. Tiba-tiba dari dalam rumah itu muncul anjing-anjing penjaga di tempat itu. Jumlahnya ada kurang lebih 15 ekor anjing dan mereka semua galak-galak karena memang sudah dilatih untuk menjaga tempat itu.

Ketika melihat hal itu, spontan darah saya seakan berhenti mengalir dan jantung saya berdegup kencang. Dalam hati saya, saya hanya bisa berkata "mati aku..." Waktu itu pikiran saya benar-benar buntu. Saya hampir saja lupa bahwa apabila sedang berhadapan dengan anjing kita tidak boleh lari. Pada saat itu saya gulung kertas yang ada di tangan saya (hanya selembar kertas) dan mulai memukul-mukulkan ke arah anjing2 itu. Bukannya mundur, beberapa di antara mereka malah maju dan mau menggigit kaki saya. Bahkan ada satu yang sudah sempat menggigit kaki saya meskipun tidak keras.

Saya terus memukul-mukulkan kertas itu sambil berjalan mundur perlahan-lahan. Ketika saya sudah mundur hingga setengah jalan itu, dalam pikiran saya terbersit pikiran untuk segera membalikkan badan dan lari secepat-cepatnya. Namun, untungnya akal sehat saya masih jalan dan melarang saya untuk melakukan itu. Saya baru menyadari keputusan saya ini tepat beberapa waktu kemudian.

Ketika saya sudah hampir terdesak, akhirnya pemilik tempat itu muncul dari dalam rumahnya dan menghalau anjing2nya tersebut. Anjing2 tersebut pun mundur dan saya merasa sangat lega pada waktu itu. Pemilik tempat itu kemudian sedikit memarahi saya karena masuk lewat pagar yang sebenarnya tidak diperbolehkan untuk siapapun juga, kecuali yang sudah kenal dengan anjing2 tersebut.

Ketika peristiwa itu sudah berlalu baru saya menyadari bahwa keputusan saya untuk tidak lari adalah tepat. Karena bagaimanapun cepatnya saya berlari, anjing2 itu pasti lebih cepat dari saya. Dan sekali mereka lihat saya lari, mungkin mereka akan berpikir bahwa saya ini orang jahat. Mungkin tubuh saya sudah terkoyak-koyak atau terluka parah apabila pada saat itu saya memutuskan untuk lari.
 
Dari cerita di atas mungkin sebagian dari kita berkata bahwa itu adalah hal yang biasa dan tidak menarik. Sebagian lagi mungkin ketika membaca tadi sudah menahan nafas. Sebagian mungkin berkata dalam hatinya, "Untung bukan aku yang mengalaminya...". Tapi membaca dan mengalami adalah sesuatu hal yang berbeda. Ketika kita membaca atau mendengar, mungkin kita bisa merasakan suasananya, tetapi kita tidak akan benar-benar bisa merasakan pengalaman itu.
Dan tentu cara kita menceritakan kejadian di atas pasti berbeda dengan orang yang benar2 mengalaminya.
 
Rasul Paulus dalam kitab yang ditulisnya (2 Kor 11:23-30) menggambarkan bagaimana perjuangannya dalam mengabarkan Injil. Bagaimana dia mengalami siksaan2 secara jasmani. Ini menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman itu sebenarnya tidak menyenangkan buatnya. Dan itu bisa terlihat dari tulisannya yang begitu menggebu2.

Namun, bisa kita lihat ada sebuah kebanggaan di dalam penderitaan itu. Demikian juga dengan apa yg saya alami bersama dengan para anjing itu. Ketika saya bercerita, saya bisa bercerita dengan bangga karena tidak semua orang mempunyai pengalaman dikeroyok oleh belasan anjing penjaga yang ganas.
 
Saudara, apapun masalahmu saat ini, baik itu menakutkan ataupun menyedihkan, janganlah takut. Majulah bersama Tuhan. Terlebih lagi jangan pernah menyerah. Ketika engkau mengalahkan masalah itu, maka akan ada kesaksian yang indah yang bisa engkau ceritakan ke orang lain untuk menguatkan iman mereka. Apabila pada saat menghadapi anjing2 itu saya mengikuti kata hati saya dengan menyerah, berbalik, dan lari, maka sudah dipastikan saya tidak akan bisa menceritakan hal ini dengan bangga karena tentunya tubuh saya sudah terluka parah digigiti anjing2 itu. Dan tidak ada yang bisa dibanggakan dari hal itu, bukan?

Seperti apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam ayat 30. Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.
Kita tahu bahwa saat kita menyerah kepada-Nya (bukan kepada situasi yang terjadi) dan mengaku lemah di hadapan-Nya, maka Dia akan turun tangan :)
 
Jadi? Jangan pernah menyerah karena Dia tahu yang terbaik!
GBU!

...read more on "Jangan Pernah Menyerah!"!

Wednesday, August 06, 2008

Iman adalah Jawaban

Seringkali dalam kehidupan kita sebagai anak Tuhan, kita merasa bahwa ada saat-saat di mana Tuhan seakan-akan tidak menjawab doa kita. Bahkan, pada saat-saat tertentu seakan-akan Tuhan lebih memberkati orang yang jauh dari-Nya daripada kita yang selalu berdoa kepada-Nya. Seringkali kita merasa bahwa apa yang kita lakukan sudah lebih dari cukup. Kita sudah berdoa, merenungkan Firman-Nya, bahkan melayani di gereja. Apa lagi yang harus kita lakukan?
 
Memang hal-hal di atas tadi sangat perlu kita lakukan untuk memperoleh pertolongan dari Tuhan. Namun, seringkali kita melupakan satu hal yang paling penting dari semuanya itu. Kita lupa bahwa kita membutuhkan sesuatu yang namanya iman. Iman yang percaya bahwa kita sudah menerima apa yang kita doakan. Tuhan kita adalah seperti seorang papa yang sesungguhnya sudah mengetahui apa permintaan dan kebutuhan kita. Sesungguhnya tanpa kita meminta pun, Bapa sudah mengetahui segala kebutuhan kita.
 
Namun yang menjadi pertanyaan dan perlu kita renungkan adalah apakah kita sudah mempunyai iman yang cukup kuat untuk percaya bahwa kita telah menerima jawaban atas setiap permohonan kita. Firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa apabila kita meminta, maka kita akan diberi.
 
Satu Firman lagi yang selalu menjadi rhema dalam hidup saya bahwa setiap orang yang mengasihi-Nya akan mendapatkan lebih dari yang dibayangkannya. Apa yang tak pernah dilihat oleh mata kita, yang tak pernah didengar oleh telinga kita, bahkan yang tak pernah timbul dalam hati kita. Itu yang akan disediakan-Nya (1 korintus 2:9).
 
Jadi, berimanlah!
GBU

...read more on "Iman adalah Jawaban"!

Tuesday, August 05, 2008

Wajah Yang Terselubung

Kemarin saya membaca sebuah renungan yang membahas tentang bagaimana Musa, seorang pemimpin bangsa Israel, ketika bertemu dengan Tuhan wajahnya menjadi bercahaya sehingga ia menutupi wajahnya dengan selubung setiap kali ia menemui bangsa Israel. Namun, satu hal yang menarik adalah ketika cahaya itu sudah lenyap dari wajahnya, Musa tetap menggunakan selubung di wajahnya untuk menyembunyikan kenyataan bahwa wajahnya sudah tidak bercahaya lagi (2 Korintus 3:13).
 
Hal ini menarik karena seringkali hal yang sama juga kita lakukan. Mungkin kita pernah merasakan hadirat Tuhan dan jamahan-Nya yang luar biasa. Mungkin kita pernah mendapatkan nubuatan melalui suara Tuhan, mungkin kita pernah melayani orang sampai orang itu menangis, bahkan mungkin kita pernah mendoakan orang dan orang itu menjadi sembuh. Namun ingatlah bahwa ketika kita jauh dari Tuhan, maka cahaya itu akan hilang. Apakah kita akan menjadi orang yang munafik dan terus berpura-pura memakai selubung itu? Ataukah kita mau terbuka, merendahkan diri, dan mengakui segala dosa kita? Berserahlah kepada-Nya, maka Terang-Nya akan bersinar atas kita. GBU

...read more on "Wajah Yang Terselubung"!