Tuesday, October 20, 2009

Enough is ENOUGH

Ibrani 4: 1-13

Kalimat dalam judul di atas seringkali diucapkan di film-film luar negeri yang ditayangkan di televisi. Ucapan ini kadang diucapkan oleh penjahat yang sudah bosan dengan polisi2 yang terus mengejarnya. Bisa juga ucapan ini diucapkan oleh detektif yang kesal akan kasus-kasus yang terus menerus terjadi. Arti dari kalimat ini sangat sederhana, yaitu "sudah cukup, selesai, stop sampai di sini"

Bagaimana kalimat ini dihubungkan dengan Firman Tuhan dalam ayat bacaan hari ini? Sebagai orang percaya, tentunya kita sudah mendapatkan janji keselamatan untuk masuk ke tempat perhentian-Nya bersama-sama dengan-Nya. Namun, seringkali ada beberapa hal yang membuat Tuhan menyerah dengan kita dan menolak kita untuk masuk ke tempat perhentian-Nya itu. Di dalam ayat 1 dikatakan "Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku."

Hal-hal apa saja yang bisa menyebabkan orang-orang percaya tertinggal?


1. Tidak mau mendengarkan Firman Tuhan. Di dalam ayat 2 dikatakan "Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya."

Ketika seseorang mendengar Firman Tuhan tetapi menolaknya sehingga firman itu tidak tumbuh dalam hati mereka, maka itu akan semakin menjauhkan seseorang dari kasih karunia Tuhan. Berapa banyak anak-anak Tuhan yang mendengar firman tetapi kemudian menolaknya karena firman itu terlalu keras atau tidak sesuai dengan keinginan dagingnya?

Kemurkaan Tuhan akan hal ini jelas terlihat di dalam Bilangan 14:20-23, dimana di sana Tuhan menghukum umat-Nya yang tidak mau mendengarkan suara-Nya sehingga mereka tidak bisa masuk ke tanah perjanjian itu. Orang-orang yang dihukum ini bukanlah orang yang tidak mengenal Tuhan, tetapi di sana dijelaskan bahwa mereka sudah melihat kemuliaan Tuhan dan bahkan melihat tanda-tanda mujizat-Nya. Tetapi mereka tetap mencobai Tuhan dan tidak mau mendengarkan suara-Nya.

2. Tidak taat. Ayat ke 6 berkata "Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang akan masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih dahulu diberitakan kabar kesukaan itu, tidak masuk karena ketidaktaatan mereka."

Ayat ini sudah sangat jelas bahwa ketidaktaatan akan Firman Tuhan menjauhkan kita dari anugerah Tuhan itu. Bahkan di sana dikatakan bahwa orang-orang yang lebih dulu mendengar firman itu belum tentu masuk ke tempat perhentian itu secara otomatis. Bukan lama atau pendeknya kita mengenal Tuhan yang menentukan apakah kita akan masuk ke tempat perhentian itu, tetapi ketaatan kita akan firman-Nya yang menentukan. Sudahkah kita taat akan firman-Nya?

Lalu, apabila kedua hal di atas sudah sering kita lakukan, apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hal tersebut? Bukankah Tuhan menghukum umat Israel yang begitu dikasihi-Nya ketika mereka tidak mau mendengarkan suara-Nya dan tidak taat? Lantas bagaimana dengan kita? Apa yang harus dilakukan agar Tuhan tidak menyerah dan berkata "enough is enough" kepada kita sehingga kita tidak bisa masuk ke tanah perjanjian itu dan mati di padang gurun?

Ayat 12 mengatakan "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pedang bermata dua manapun..." Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus kembali ke Firman Tuhan yang hidup, tidak peduli apakah firman itu keras atau lembut, apakah sesuai dengan keinginan daging kita atau tidak. Firman itu harus kita terima sehingga firman itu bertumbuh di hati kita dan membimbing hidup kita semakin disempurnakan seperti Dia. Selanjutnya adalah belajar untuk hidup taat kepada-Nya hari lepas hari. Apabila hari ini Tuhan berbicara secara spesifik kepada Anda, jangan keraskan hatimu (ay. 7). Berusahalah agar jangan sampai Allah menyerah dengan hidup kita dan meninggalkan kita di padang gurun.

Marilah kita terus berlari! Ketaatan itu harus dimulai dari sekarang dan jangan ditunda-tunda. Bukan hanya di gereja atau ketika bertemu dengan saudara seiman saja, tetapi dalam keseharian kita karena Allah itu maha tahu dan tidak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya (ay.13).

All glory for Him!

...read more on "Enough is ENOUGH"!

Friday, June 26, 2009

Mengatakan atau Melakukan?


Tiga hari yang lalu, dalam sebuah perbincangan santai dengan adik saya, tiba-tiba adik saya berkata kurang lebih seperti ini, "Kalau tidur jangan biasa malam2 lho... Karena itu ternyata tidak sehat." Dan saya dengan spontan segera menjawab, "Iya memang, sudah tahu kok..." Spontan saja adik saya agak kaget dan bertanya tahu dari mana. Dan saya katakan bahwa dulu pernah membaca tentang hal itu.

Kira-kira mengapa kok adik saya menjadi sedikit terkejut? Padahal kan itu hal yang biasa kalau dia mengatakan sesuatu dan saya sebagai kakaknya sudah mengetahui hal tersebut.

Ini disebabkan tidak lain dan tidak bukan adalah karena saya sendiri juga sering tidur malam. Bukan malam sekali sih, tetapi kebanyakan di atas jam 11 malam. Padahal menurut artikel yang saya baca waktu itu, jam 11 malam adalah awal dari pekerjaan tubuh kita untuk membuang zat-zat racun dimulai. Mulai pukul 11 itu setiap jamnya tubuh kita akan memulai pembersihan. Ada racun yang dikeluarkan dari hati dan dari organ-organ yang lain. Nah, pengeluaran racun ini akan optimal pada saat tubuh sedang ditidurkan.

Akibat dari kurang tidur sendiri sangat menakutkan. Sebagian orang yang kurang tidur rawan terkena penyakit jantung, obesitas, stroke, tekanan darah tinggi, diabetes, dan lain sebagainya.

Nah, terus apa hubungannya antara bahaya kurang tidur dengan kekagetan adik saya tadi?

Sudah jelas adik saya kaget karena mungkin dia berpikir saya belum tahu akan bahayanya, itu sebabnya saya sering tidur di atas jam 11 malam. Logikanya, apabila saya sudah mengetahui tentang bahanyanya, tentunya saya akan mengurangi tidur terlalu malam, bukan? :)

Ini juga yang sering terjadi dalam kehidupan kerohanian kita sebagai anak-anak Tuhan. Sering kita memperkatakan Firman Tuhan. Sering kita "menghakimi" orang lain dengan kata-kata yang begitu rohani. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah kita melakukan apa yang kita katakan tersebut? Mengatakan sesuatu pasti lebih mudah daripada melakukannya, tetapi pernahkah kita belajar untuk melakukan setiap hal yang keluar dari mulut kita.

Sadar atau tidak, ketika kita tidak bisa konsisten dengan perkataan kita, maka sesungguhnya kita sedang menjadi batu sandungan bagi orang lain. Dalam kisah berikut ini kita bisa melihat betapa seringkali justru anak2 Tuhan menjadi batu sandungan buat orang2 di sekitarnya. Apakah kita mau menjadi orang-orang yang menjadi batu sandungan? Atau maukah kita mulai menginstropeksi diri kita dan belajar untuk melakukan apa yang kita katakan?

Matius 7:21 berkata: "Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." Di sana jelas dikatakan bagi siapa saja yang melakukan kehendak Bapa, bukan yang mengatakan kehendak Bapa.

So, mana yang menjadi pilihan kita?

Mengatakan atau melakukan?

Jesus Bless...

...read more on "Mengatakan atau Melakukan?"!

Monday, June 22, 2009

Rejoice in the Lord!

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Filipi 4:4

Ayat di atas merupakan sebuah ayat yang tentunya sudah sering kita dengar dan sudah sering dibawakan dalam khotbah2 yang pernah kita dengar. Ayat ini sangat sederhana dan memiliki arti yang sangat jelas. Bersukacita artinya adalah bergembira dalam terjemahan sehari-harinya. Ayat ini bisa diartikan bahwa dalam kondisi apa pun kita harus terus bersukacita / bergembira di dalam Tuhan. Sangat sederhana, bukan?

Namun, meskipun begitu sederhananya, tetapi hal ini sangat sulit dilakukan.

Kemarin, saya mengantar adik saya ke sebuah kota yang bernama Probolinggo. Sebuah kota yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Mungkin apabila jalurnya lancar hanya sekitar 2 jam saja. Kami berangkat sekitar pukul 3 sore. Saya naik sepeda motor bersama dengan "seseorang" yang istimewa :P
Sementara adik saya naik mobil bersama anggota keluarga yang lain.

Di jalan, apa yang kami hadapi? Panas matahari, debu2, kemacetan, dan perjalanan yang jauh. Ini menyebabkan stamina dengan cepat menurun. Belum lagi ketika sepeda motor yang saya naiki harus berhenti beberapa kali untuk menunggu mobil yang sedang terjebak kemacetan. Seringkali ini yang kita hadapi dalam hidup kita, bukan? Semua kondisi seakan tidak mendukung. Apa yang sudah kita rencanakan dengan rapi dan baik seakan-akan macet. Ditambah dengan tekanan dari sana sini untuk segera melaksanakan rencana itu. Seakan-akan target yang sudah dicanangkan itu bukan semakin mendekati hasil akhirnya, melainkan seakan2 semakin jauh dan semakin tak terkejar.

Namun, dalam kondisi yang menyesakkan seperti itu, apa yang kita lakukan? Beberapa orang memilih untuk menyerah dan mundur dari rencana tersebut. Beberapa orang merasa tidak kuat dan menyerahkan beban itu ke orang lain. Beberapa orang berhenti sejenak untuk mengumpulkan kembali kekuatannya. Dan mungkin hanya sekian persen saja yang memilih untuk maju terus hingga mencapai garis finish yang didamba-dambakan itu. Di manakah posisi kita?
Mungkin ada yang berkata, "Bagaimana caranya untuk bisa bertahan? Sulit sekali... Semua tidak ada yang mendukung. Keluarga tidak, teman-teman kantor tidak, teman-teman sekolah tidak, bahkan teman-teman pelayanan tidak ada yang mendukung. Lalu bagaimana?"

Jawabannya sangat sederhana. Bersukacita senantiasa. Bagaimana kita bisa bersukacita dalam kondisi seperti itu? Resepnya satu, yaitu selalu mengucap syukur atas apa yang sudah kita capai, miliki, atasi, maupun lewati. Daud sudah menerapkan resep ini (Mzm 34:2-6) ketika dia dalam kondisi yang buruk. Ketika itu Daud akan dibunuh oleh Akhis, raja kota Gat, sehingga ia berpura-pura tidak waras (1 Sam 21:13-15).

Dalam kondisi seperti itu tentunya Daud sangat bingung, takut, gelisah, dan tidak tenang. Dia juga tentunya bertanya2 mengapa hal demikian harus terjadi padanya. Dia dikejar2 oleh Saul, sang raja yang ia layani selama ini. Ia berlari dan berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain untuk bersembunyi. Kemudian dia juga akan dibunuh oleh raja orang Gat. Kondisi seperti ini sangatlah berat bahkan untuk seorang Daud. Secara manusia pasti dia menjadi lemah. Tetapi apa yang dilakukannya? Dalam Mazmur tadi, di ayat yang ke-2, begini bunyinya: "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." Kemudian ayat yang ke-6: "Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu" Luar biasa sekali!

Bahkan dalam kondisi seperti itu, Daud masih bisa memuji Tuhan! Dan dia berkata muka kita akan berseri-seri apabila kita mengarahkan pandangan kepada-Nya. Ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa dari Daud. Dan di ayat ke-5, dia menulis: "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku." Sukacita mengalahkan kegentaran!

Itulah rahasia yang sangat sederhana ketika kita ingin keluar dari setiap permasalahan yang sedang kita hadapi. Bersukacita dan bersyukur karena kasih-Nya. Dia pasti menunjukkan jalan keluar itu buat kita. Ketika di sepeda motor dalam perjalanan itu, kami tidak merasakan capek ketika di jalan karena ketika itu kami menyanyikan lagu2 pujian untuk Tuhan dengan hati yang bersukacita.

Saat ini, siapapun yang sedang mengalami masalah. Ingat, bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan.

Sudahkah Anda mengucap syukur hari ini? :)

...read more on "Rejoice in the Lord!"!

Tuesday, May 12, 2009

Siapakah Aku di Hadapan Tuhan?

Pertanyaan di atas mungkin terasa aneh bagi setiap kita yang membacanya. Mungkin sebagian di antara kita dengan lantang bersuara, "Tentu Aku adalah Anak Allah yang sudah ditebus-Nya!" Mungkin ada yang berkata, "Aku adalah hamba-Nya yang setia melakukan perintah-Nya." Atau mungkin ada juga yang berkata dalam hati, "Sesungguhnya aku tidak yakin siapakah aku di hadapan-Nya"

Saudaraku, memang benar kita adalah Anak-Nya. Memang benar juga bahwa kita adalah hamba-Nya yang harus melakukan segala perintah-Nya. Namun, saat ini Saya ingin mengajak kita menelaah kembali kehidupan di belakang kita yang sudah kita lalui selama ini. Apakah kita sudah benar-benar menjadi anak atau hamba yang sesungguhnya?

Mungkin di mata sesama kita adalah seorang yang beribadah, bahkan kita melayani di mana-mana. Mungkin kita seorang pemain musik yang ulung, mungkin kita seorang pengkhotbah yang handal, mungkin kita berdoa dengan luar biasa dan bahkan sering mengadakan mujizat, mungkin juga kita adalah orang yang menyenangkan sehingga banyak orang-orang di sekitar kita yang suka kepada kita. Mungkin kita memiliki kepribadian yang luar biasa, bahkan mungkin kita memiliki iman yang kuat. Tetapi, yang menjadi pertanyaan sesungguhnya adalah seperti itukah Tuhan memandang kita? Ataukah itu hanya penghargaan di mata manusia?

Yang terpenting dalam kehidupan kita adalah bagaimana Tuhan memandang diri kita dan bukan bagaimana kita sendiri atau orang lain memandang diri kita. Saat ini coba renungkan dengan penuh kerendahan hati, apakah selama ini kita sudah menjadi orang yang berkenan di hadapan-Nya? Ataukah kita masih hidup dalam ego kita selama ini?

Saudara, dosa manusia yang paling sulit dihindari dan dideteksi adalah dosa kesombongan. Hampir semua orang pernah mengalaminya dan mungkin saat ini sedang mengalaminya tanpa menyadarinya. Ini adalah sesuatu yang sangat berbahaya! Ketika kesombongan itu menguasai hati kita, maka hampir dapat dipastikan bahwa mata rohani kita sedang tertutup dan kita tidak menyadari bahwa Allah sedang melihat kita dengan sedih. Ketika kesombongan itu menguasai kita, maka Dia tidak akan bisa berkomunikasi dengan kita karena tertutup oleh kesombongan itu.

Perhatikan ilustrasi berikut: Bpk. Andi adalah seorang penyanyi yang ulung dan suaranya sangat indah. Tuhan begitu memberkati pelayanannya dan ia sudah melayani di bidang pujian ke mana-mana. Hampir semua orang di kotanya mengenalnya. Suatu ketika, tanpa disadarinya, Pak Andi mulai jatuh kepada kesombongan. Pak Andi tidak lagi mencari hati Tuhan ketika melayani, melainkan berjalan dengan kekuatannya sendiri. Banyak orang di kanan kirinya yang mulai menegur dengan sopan, tetapi mereka tidak berhasil menyadarkannya. Akhirnya Tuhan mulai memberikan peringatan-peringatan kepada Pak Andi. Mulai dari sakit tenggorokan hingga banyaknya masalah rumah tangga yang menerpa Pak Andi. Tetapi Pak Andi tidak pernah sadar dan terus melayani dalam kesombongannya.

Ilustrasi di atas adalah contoh yang sangat sederhana tentang bagaimana mudahnya seorang anak Tuhan jatuh ke dalam dosa kesombongan. Perhatikan bahwa semakin besar berkat/talenta seseorang semakin mudah pula orang itu akan jatuh ke dalam kesombongan. Ketika kita mulai sombong, Tuhan tidak akan lagi memandang kita sebagai seorang anak yang baik. Seorang ayah tentu tidak akan suka apabila anaknya mulai sombong dengan mobil-mobilan yang dibelikan oleh ayahnya. Demikian juga dengan Dia yang sudah memberikan kita talenta, hikmat, maupun berkat-berkat yang ada. Ingat bahwa semua yang kita miliki adalah berasal dari Tuhan, sehingga kita tidak berhak sama sekali untuk menyombongkannya.

Sekarang setelah kita merenungkan kembali kehidupan kita, apakah yang kita temukan? Apakah kita saat ini adalah seorang yang sombong di hadapan Tuhan? Ataukah kita mulai terjerumus ke arah kesombongan itu? Siapakah kita di hadapan Tuhan saat ini? Apakah kita adalah seorang Anak yang berkenan di hadapan-Nya? Yang tulus melayani dan menyukakan hatinya? Ataukah kita hanya menjadi boneka yang dikendalikan oleh ego kita sendiri? Boneka yang tidak peka dan tidak bisa mendengar suara-Nya, yang sudah kehilangan komunikasi dengan-Nya?

Apabila kita mulai atau bahkan sudah jatuh ke sana, saat ini mari perbaiki hubungan dengan Tuhan. Adalah lebih baik apabila kita tidak bisa apa-apa di hadapan-Nya, tidak punya apa-apa di hadapan-Nya, dan tidak tahu apa-apa di hadapan-Nya, tetapi benar di hadapan-Nya. Karena Matius 5:3 dengan jelas mengatakan, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga"

Selamat memulai hubungan yang baru dengan Tuhan!
GBU


...read more on "Siapakah Aku di Hadapan Tuhan?"!

Monday, January 05, 2009

MERRY CHRISTMAS 2008 and HAPPY NEW YEAR 2009!

Wah, akhirnya bisa menulis lagi di blog ini setelah vacuum selama lebih dari sebulan :) Yah, bulan kemarin memang saya begitu sibuk dengan berbagai jadwal. Pekerjaan di kantor, persiapan Natal, serta beberapa acara keluarga membuat saya tidak sempat menulis di blog ini :)
Anyway, akhirnya sekarang saya mempunyai kesempatan untuk menulis lagi di blog ini.
 
Okay, langsung saja. Melalui posting pertama saya di tahun 2009 ini saya secara khusus ingin mengucapkan SELAMAT HARI NATAL 2008 dan TAHUN BARU 2009 buat semua pembaca blog ini :)
 
Tahun 2008 sudah kita lewati dengan sukses. Secara pribadi, ada begitu banyak pengalaman yang terjadi di tahun 2008 kemarin. Suka maupun duka sudah terjadi di hidup saya. Namun, banyak dari duka yg saya alami itu merupakan suatu proses dari Tuhan untuk mendewasakan kehidupan saya. Ada begitu banyak pula berkat2 dan hal2 yang tidak terpikirkan terjadi pada tahun 2008 kemarin.
Dan saat ini, yang harus kita semua lakukan adalah memandang tahun 2009 yang ada di depan kita ini. Banyak yang mengatakan tahun 2009 ini suram dan tak bisa ditebak. Namun, kita sebagai anak Tuhan harus memiliki iman yang kuat bahwa kita bisa melalui tahun ini bersama Tuhan.
 
Saya akan membagikan sedikit saja dari apa yg saya alami di awal tahun ini. Tanggal 1 dini hari, saya berdoa dan di situ saya bersyukur sekali karena ada hal-hal yang luar biasa yang sudah Tuhan berikan buat saya. Hal-hal yang tak pernah terpikirkan itu disediakannya :) Saya merasa begitu dekat dengan-Nya dan saya bersyukur. Itu membuat saya begitu bersemangat untuk melalui tahun ini dengan bersandar pada jalan-jalanNya saja.

Satu pesan saya untuk tahun yang baru ini: perluas visimu!
 
Apa maksudnya?
Saya akan jelaskan di blog selanjutnya :P
 
Tunggu saja yah... :D
GBU!

...read more on "MERRY CHRISTMAS 2008 and HAPPY NEW YEAR 2009!"!

Thursday, November 20, 2008

God Ideas vs Good Ideas?

Hari ini saya membaca sebuah judul artikel di e-mail saya yang berbunyi "God Ideas vs Good Ideas" yang artinya "Ide-Ide Tuhan vs Ide-Ide Bagus". Judul ini cukup menggelitik otak saya karena dengan perbedaan satu huruf saja, yaitu "God" dan "Good" maka arti dari kalimat tersebut menjadi sangat berbeda.
 
Mungkin bisa dilihat secara normal, maka perbedaan tersebut adalah wajar karena memang banyak kata dalam bahasa Inggris maupun Indonesia yang artinya jauh berbeda hanya dengan pengurangan satu huruf, misalnya: "Bis" dan "Bisa". Namun, satu hal yang menarik dari judul tersebut adalah kedua kata yang ada di sana memiliki kemiripan. Yaitu keduanya sama-sama berarti ide dan keduanya sama-sama memiliki arti yang baik. "Ide-ide Tuhan" tentunya merupakan ide-ide yang brilian dan tak terpikirkan oleh manusia. "Ide-ide Bagus" merupakan ide dari manusia yang baik dan berguna.
 
Namun, masalah mulai terjadi ketika kita mulai kehilangan prioritas terhadap kedua jenis ide ini. Secara teoritis tentu kita akan berkata, "Ide Tuhan itu lebih prioritas dari pada ide bagus". Namun dalam kehidupan nyata hal ini akan sulit untuk dilakukan.
 
Sebagai contoh, ketika berada di dunia kerja dan kita diperhadapkan pada suatu kesempatan yang akan sangat menguntungkan kita, meskipun itu curang. Katakanlah kepala divisi kita memiliki suatu kejelekan yang akan membuatnya dipecat atau diturunkan jabatan. Sementara pada saat itu kita adalah satu-satunya orang yang paling mungkin mengisi jabatan yang ditinggalkannya. Apa yang kita lakukan?
 
"Ide bagus" tentu menghasilkan suatu pemikiran untuk membuka aib ini di depan teman-teman dan atasan secara sembunyi-sembunyi. Dengan demikian nama kita tetap baik di depan kepala divisi itu sementara di sisi lain jabatan kita bisa naik. Benar-benar ide yang cemerlang :D
 
Tapi tunggu dulu! Apakah ide bagus kita ini sejalan dengan "Ide Tuhan"? Firman Tuhan berkata, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu". Kalau musuh saja perlu dikasihi, apalagi orang yang bukan musuh kita. Apalagi orang yang merupakan rekan kerja kita!
 
Itu hanya salah satu contoh saja. Ada begitu banyak peristiwa dalam hidup kita yang lain yang juga membutuhkan ide-ide. Termasuk ide untuk merancang masa depan kita, mengambil jurusan kuliah yang akan ditempuh, dan juga ide di lingkungan pekerjaan. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini, sudahkah kita menggunakan ide-ide dari Tuhan dengan selalu bertanya kepada-Nya sebelum mengambil keputusan?
 
Ataukah kita masih tetap menjadi manusia dengan "ide-ide bagus" yang timbul dari pemikiran kita sendiri?
 
"Choice is yours"
God Bless


...read more on "God Ideas vs Good Ideas?"!

Wednesday, October 22, 2008

Perbedaan Pendapat

"Kalau berdoa itu tangan harus dilipat"
"Salah itu, kalau berdoa tangan tidak dilipat juga tidak apa-apa. Yang penting mata harus ditutup"
"Semuanya tidak ada yang benar, berdoa itu bisa di mana saja. Bebas!"
"Tidak bisa! Berdoa harus di tempat yang sepi agar bisa konsentrasi!"

"Ayat yang paling bagus itu adalah Yohanes 3:16"
"Bukan! Yang paling bagus itu adalah Roma 8:28"
"Tidak bisa, yang paling bagus pastinya Yeremia 29:11"
"No no no, 1 Korintus 2:9 lah ayat yang paling bagus"

"Musik pop adalah musik gerejawi!"
"Salah, musik klasik yang musik gerejawi karena sudah ada sejak dulu"
"Tidak bisa, jazz lah yang lebih pantas disebut musik gerejawi"
"Semuanya salah! Musik gerejawi selalu berkembang, karena itu musik rock adalah musik gerejawi"

Debat seperti di atas tentunya sudah sangat sering kita lihat atau bahkan kita alami. Sebenarnya apa sih yang salah dengan perdebatan seperti di atas? Bukankah manusia diberi kecerdasan oleh Tuhan untuk berpikir dengan caranya masing-masing. Berarti wajar toh apabila ada perdebatan?

Memang benar bahwa perdebatan itu adalah hal yang wajar dan bisa dimaklumi karena setiap manusia diciptakan mempunyai keunikan masing2. Dan perdebatan-perdebatan di atas bisa dikatakan masih cukup wajar meskipun pastinya tidak semua pernyataan di atas benar. Sebenarnya apa sih yang menyebabkan terjadinya perdebatan itu? Mengapa sih manusia kok tidak bisa rukun dan mempunyai pemikiran yang sama? Atau setidaknya bisa menerima pemikiran orang lain dan tidak terus-menerus menyanggah pendapat orang lain?

Hal semacam ini akan sangat luas untuk dibahas. Namun saya akan membahas satu hal saja yang cukup penting dalam perjalanan kerohanian kita. Seringkali ada banyak anak Tuhan yang berdebat tentang Tuhan yang kita sembah. Ada yang merasa bahwa "Papa" kita yang di Surga itu sangat-sangat dekat. Ada pula yang merasa bahwa Dia adalah pribadi yang sangat agung dan layak dihormati. Ada yang merasa bahwa Dia adalah "Papa" yang selalu memperhatikan anak-anakNya. Bahkan ada yang merasa bahwa Dia adalah "Papa" yang selalu berbicara pada anak-anakNya setiap waktu. Mungkin ada juga beberapa orang yang memiliki pemikirannya masing-masing.

Lantas kemudian timbul pertanyaan. Bolehkah hal seperti di atas ini diperdebatkan? Bukankah ini merupakan hubungan pribadi kita dengan Tuhan.

Guys, untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat konteks tempat dan suasana yang sedang terjadi. Apabila kita sedang berada di gereja dan mendengarkan Firman tentang "Papa" kita, maka tentunya kita harus membuka hati dan memperbolehkan diri kita untuk dikoreksi tentang pengertian yang benar akan Dia. Namun, apabila kita sudah mempunyai hubungan pribadi dengan Tuhan dan sedang dalam suasana percakapan biasa, kita harus melihat arah pembicaraan itu. Apabila arah pembicaraan itu menuju ke perdebatan, maka sebaiknya kita menghentikan perdebatan ini.

Saya membayangkan apabila ada sebuah keluarga besar. Misalnya ayah, ibu, dan 10 orang anak. Apabila sang ayah sedang berbicara dengan anak2nya dalam sebuah forum keluarga tentang dirinya, maka tentunya semua anak2nya akan menerima. Namun, ketika dalam suasana percakapan biasa, tentunya setiap anak mempunyai gambaran pribadi yang khusus tentang siapa ayahnya. Dan itu biasanya berbeda-beda. Perasaan pribadi seperti inilah yang tidak bisa dipaksakan.

Mungkin anak pertama mendeskripsikan ayahnya dengan: "Ayahku itu orangnya selalu memperhatikan pada saat aku dalam kesulitan. Dia adalah Ayah yang mengerti tentang aku." Namun, bisa saja anak kedua berpikir: "Ayahku itu tegas dan cepat dalam mengambil keputusan. Semua keputusannya selalu tepat dan adil." Sementara anak ketiga bisa saja berpikir: "Ayahku orangnya baik. Aku minta apa saja asalkan bermanfaat pasti diberi."

Tentunya tidak ada yang salah pendapat dari ketiga anak tersebut, bukan? Karena itu adalah pendapat pribadi mereka tentang ayahnya sendiri. Namun, tentu saja ada saat-saat di mana sang ayah itu akan berbicara dan menceritakan kepribadiannya (misalnya ayahnya itu bekas tentara dan seorang tentara harus tegas), maka semua anak2nya harus menerima hal itu.

So, ada hal2 yang absolut dan jelas tentang "Papa" kita, biasanya ini kita dapatkan melalui pembimbing rohani maupun gembala kita. Namun, ada hal2 pribadi tentang-Nya yang semua itu kembali pada pribadi kita masing-masing. Dan itu semua tergantung dari hubungan pribadi kita masing2 dengan Dia. Bagi teman2 yang belum mempunyai definisi pribadi tentang siapakah "Papa" kita yang di Surga itu, perbaiki kembali hubungan pribadimu dengan-Nya. Dengan demikian engkau menemukan definisi yang sesungguhnya secara pribadi tentang "Papa" kita :)

Keep on fire!


...read more on "Perbedaan Pendapat"!